PANEN DURIAN DI KAMPUNG DURIAN TANPA POHON DURIAN
Penulis : Selfi Dian Permata Sari
Siapa tidak kenal dengan buah durian ? Banyak orang suka makan buah durian, termasuk aku tentunya. Alfred Russel Wallace seorang ahli botani kenamaan pada tahun 1856 menulis tentang durian dalam sebuah jurnal yang berjudul “On the Bamboo and Durian of Borneo”. Dalam tulisannya tersebut Wallace menyematkan nama raja buah untuk durian. Bahkan menurut penulusuran Kumau Info (2017) sejarah durian di Indonesia sebenarnya dimulai jauh sebelum itu karena terpahat sebagai relief di permukaan dinding batu Candi Borobudur yang dibangun tahun 775 – 820. Ternyata sudah sejak 1.300 tahun yang lalu buah durian telah dikenal oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan catatan Niccolo Da Conti ketika dia melakukan perjalanan ke Asia Tenggara, durian sudah dikenal oleh masyarakat Eropa sejak abad XV. Sehingga tidak salah bila Bapak Yasid Taufik Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) Kementerian Pertanian Republik Indonesia mengatakan bahwa asal usul durian di seluruh dunia berasal dari Indonesia. Demikian dikutip oleh detikFinance (2013). Plasma nutfahnya (bibit asli) buah durian dari Indonesia, dibawa ke negara-negara lain untuk dikembangkan, sehingga muncul berbagai varietas unggulan baru , seperti durian Monthong, durian Chennai, dan sebagainya.
Keberlimpahan buah durian di Indonesia menginspirasi banyak daerah mendirikan wisata kampung durian. Ikomedia (2020) mendefinisikan Kampung Durian dengan tempat wisata kuliner bagi penggemar buah durian. Di Kampung Durian para penggemar buah durian bisa menikmati durian dengan bermacam macam jenisnya. Di daerah Kabupaten Banyumas ada beberapa desa yang menjadi sentra buah durian. Menurut laporan dari Anwar Hadja (Kumparan, 2018) Desa Alasmalang Kecamatan Kemranjen merupakan sentra budidaya buah durian berkualitas eksport dengan varietas unggulannya adalah durian bawor. Demikian pula Desa Bogangin Kecamatan Sumpiuh menurut laporan Megandika Wicaksono (Kompas, 2019) juga merupakan penghasil durian bawor yang terkenal memiliki rasa yang manis dengan paduan sedikit pahit, daging buahnya tebal dan beraroma wangi dengan biji yang kecil. Kendala wisata Kampung Durian menurut Dhika Amalia Kurniawan (2019) adalah belum adanya kemampuan memberikan pelayanan setiap hari dan sepanjang tahun, namun hanya saat musim panen durian saja.
Tidak jauh dari tempat tinggalku ada kampung durian yang dikenal dengan nama Durenan. Sebenarnya nama daerahnya adalah Grumbul Lemah Abang yang masuk dalam wilayah administratif Desa Cindaga Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas. Namun banyaknya warga yang menjadi pedagang durian di sepanjang jalan raya Rawalo – Sampang membuat Grumbul Lemah Abang dikenal sebagai Durenan (kampung durian). Menurut Mas Rizkian Wahid Saputra salah seorang kawan yang tinggal di situ, durian yang dijual oleh warga Durenan sebenarnya bukan berasal dari daerah tersebut, tetapi kulakan dari daerah Kemrajen Banyumas. Jadi sama sekali tidak ada pohon durian di Grumbul Lemah Abang. Mendapatkan penjelasan dari Mas Rizkian, aku sempat tidak percaya. Aku pun menyambangi daerah Kampung Durenan untuk membuktikan kebenarannya.
Rasa penasaranku akhirnya mengantarkanku sampai di Kampung Durenan Desa Cindaga. Memang sepanjang jalan raya Cindaga banyak warga yang berjualan durian. Untuk mengetahui seberapa banyak pohon durian, aku berkeliling Kampung Durenan. Aku cukup terkejut saat tahu bahwa di Kampung Durenan ternyata tidak ada tanaman durian. Aku pun mencoba bertanya-tanya kepada warga, ternyata betul apa yang disampaikan oleh Mas Rizkian bahwa daerah tersebut dinamakan Kampung Durenan karena mayoritas penduduknya berjualan durian. Hampir setiap rumah di Durenan berjualan durian. Sebagian buah durian disusun rapi di atas meja, sebagian yang lainnya digantung menggunakan tali rafia sehingga menarik perhatian para pelintas jalan raya. Warga biasa berjualan dari pagi jam 08.00 hingga sore jam 17.00.
Saat berkeliling Grumbul Durenan, aku berpikir sebanyak apa pohon durian di kampung tersebut. Ternyata durian-durian tersebut dibeli dari daerah Kemranjen untuk dijajakan di sepanjang jalan raya yang melindasi Desa Cindaga. Mengapa mereka tidak menanam pohon durian ? Ternyata jawabannya karena pohon durian membutuhkan waktu sangat lama dari mulai tumbuh hingga berbuah. Seandainya dipercepat dengan cara disuntik, biayanya cukup mahal. Sehingga warga Durenan lebih memilih untuk membeli dari sentra buah durian yang ada di Kemranjen Banyumas.
Gambar Suasana Kampung Durian di Desa Cindaga
Hal unik lainnya yang aku jumpai di Kampung Durenan adalah tidak semua warga menyukai buah durian meskipun setiap rumah berjualan durian. Jadi jangan heran bila ada pedagang buah durian yang ternyata tidak suka makan buah durian. Mengapa ada orang yang tidak suka makan buah durian, padahal durian adalah rajanya buah ? Menurut salah satu artikel OKEGUYs (2020), di antara penyebab orang tidak menyukai buah durian karena baunya yang menyengat dan persepsi orang yang mengaitkan durian dengan muntah. Menurut Gisela Niken (2019) dalam artikelnya menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara masalah kesehatan seseorang dengan bau durian. Hanya saja sensitivitas terhadap aroma durian berkaitan dengan hyperosmia, yaitu kondisi sensitivitas yang berlebihan pada aroma tertentu. Kondisi seperti ini sama dengan orang yang memiliki hidung sensitif, pastinya menyebabkan tidak suka dengan aroma durian. Kalau aku malah suka banget dengan bau buah durian, apalagi bila rasanya legit dan daging buahnya tebal. Pasti bikin ketagihan pengin makan lagi.
Ada bermacam-macam jenis durian di Kampung Durenan. Salah satu varietas unggulannya adalah durian bawor. Menurut salah seorang penjualnya, soal rasa, durian bawor tidak kalah legit dibanding durian monthong maupun durian petruk. Jawaban penjual durian itu membuatku tergoda untuk merasakan kelezatan durian bawor. Ternyata memang benar, ada sensasi rasa yang membedakan dengan durian yang lain yang pernah aku makan, yaitu legit, manis, namun ada sedikit cita rasa pahit khas buah durian. Sensasi rasa pahit ini adalah puncak kenikmatan dari cita rasa durian bawor yang membuat banyak orang ketagihan.
Aku meneruskan perjalanan berkeliling Kampung Durenan. Warganya terbilang ramah sehingga membuat nyaman para pembeli. Ada beberapa rumah yang cukup ramai dikerubuti para pembeli durian, tetapi ada juga rumah yang masih sepi. Mungkin karena masih pagi jadi belum banyak pembeli yang berdatangan. Di Kampung Durenan harga durian monthong berkisar Rp. 45.000 hingga Rp. 60.000 perkilogram, sedangkan untuk jenis durian lokal harganya Rp. 35.000 hingga Rp 45.000 per kilogram.
Selain nuansa pedagang durian, Kampung Durenan juga diramaikan oleh pedagang es durian. Tapi bukan pedagang sembarangan, karena meskipun hanya menggunakan gerobak dorong dan bangunan gubug bambu, penyajian minuman es duriannya menggunakan gelas kristal yang biasa digunakan di caffee atau restoran. Alamak pelayanannya sungguh luar biasa, wajar saja bila pembelinya pun orang-orang berkelas,
Demikian sisi kreatifnya warga Grumbul Lemah Abang Desa Cindaga yang berhasil menyulap daerahnya menjadi Kampung Durian (Durenan) meskipun tidak memiliki pohon durian tetapi bisa turut memanen keuntungan dari panen durian di daerah yang lain. Bagai mendapat durian runtuh, mungkin itu peribahasa yang pantas disematkan untuk Kampung Durenan, karena warganya sukses mendapatkan rejeki berupa keuntungan berjualan buah durian dari panen durian meskipun tidak memiliki pohon durian.
Author