LORONG WAKTU ITU BERNAMA KAMPUNG PENDEKAR
Penulis : Qori Jihan Atiqah
Lorong waktu merupakan sebuah cerita tentang mesin ajaib yang bisa membawa seseorang ke jaman yang berbeda. Meskipun hanya sebuah hipotesis yang mustahil diwujudkan dalam alam nyata namun sangat menarik sehingga sering diangkat menjadi tema dalam berbagai film, baik kartun maupun fiksi ilmiah. Seperti film kartun kesukaanku, Doraemon yang sering mengajak Nobita dan kawan-kawannya melintasi lorong waktu menuju masa lalu atau pun masa depan. Bahkan pernah ada sinetron religi “Lorong Waktu” yang banyak digandrungi oleh pemirsa. Dalam tesisnya, Robiana (2008) menyebutkan penjelasan PT. Demi Gisella Citra Sinema bahwa sinetron Lorong Waktu adalah sebuah sinetron fiksi ilmiah yang bernuansa religi dengan bumbu komidisituasi menggunakan setting waktu yang mengambil masa kini, namun mampu menjadi lorong waktu untuk masa lalu dan masa depan. Inti dari cerita sinetron Lorong Waktu adalah menembus ruang, memperbaiki masa lalu dan masa datang dengan motto “masa lalu, masa kini, atau masa depan hanyalah tempat kita berdiri dan semuanya sama, bahwa kita berdiri dengan dua kaki, yang berbeda adalah keimanan manusia yang selalu berubah.”
Bicara masalah lorong waktu, menurut pakar fisika Indonesia; Prof. Yohanes Surya, lorong waktu dapat dipahami seperti para fisikawan memahami Wormhole (Lubang Cacing) di antariksa. Jika suatu benda atau partikel masuk ke salah satu ujung lubang cacing, partikel itu masih bisa keluar di ujung lainnya. Jalur yang harus ditempuh dalam wormhole jauh lebih pendek dibanding jalur konvensional. Membaca penjelasan Prof. Yohanes Surya, aku jadi teringat “pintu kemana saja” milik Daroemon. Menurut beliau, jika kita memasuki wormhole tersebut kita bisa melakukan perjalanan dalam lorong waktu menuju masa lalu maupun masa depan. Keren juga penjelasannya. Seandainya wormhole dan “lorong waktu” memang ada, aku juga ingin mencobanya agar bisa kembali ke masa lalu untuk memperbaiki nilai-nilai ulanganku yang masih jelek. Tapi mungkin apa tidak ya ?!
WISATA KAMPOENG PENDEKAR
Kalau bicara masa lalu, ternyata tidak semua masa lalu itu menyedihkan. Banyak kisah masa lalu yang menjadi legenda sepanjang masa. Seperti kisah para pendekar dan jawara tanah Jawa. Ternyata di Kabupaten Cilacap ada wisata yang mengangkat tema masa lalu, yaitu Kampoeng Pendekar. Bagi yang belum bisa move on dengan masa lalunya, bisa aku ajak jalan-jalan ke Kampoeng Pendekar. Siapa tahu bisa jatuh cinta kepada Wiro Sableng atau Si Buta dari Goa Hantu. Ada juga pendekar-pendekar wanita yang cantik jelita tapi jangan coba-coba merayunya lho karena meskipun cewek tapi jagoan. Keren-keren pokoknya.
Pengalaman pertama aku mengunjungi Kampoeng Pendekar adalah pada hari Minggu tanggal 10 November 2019. Letak Wisata Kampoeng Pendekar ada di Desa Sidaurip Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap. Cukup jauh dari rumahku. Untuk mengobati rasa penasaranku terhadap “Kampoeng Pendekar”, aku berangkat menuju “masa lalu”. Dan memang betul, sesampainya di sana, aku dibuat terbengong dengan wisata yang sangat unik dan menarik yang tidak ada duanya. Aku benar-benar merasa terjebak di jaman dahulu, jaman di mana masih banyak para pendekar dan jawara-jawara di tanah Jawa. Pengalaman yang tidak mungkin aku lupakan.
Gambar 1. Gerbang “Lorong Waktu” Kampoeng Pendekar (Sumber : FB Wisata Kampung Pendekar)
Sesampainya di Wisata Kampoeng Pendekar, aku harus memasuki lorong yang didesain seperti jaman dahulu dan disambut oleh para pemandu wisata yang menggunakan pakaian ala pendekar. Sehingga terkesan sedang melintasi “lorong waktu” menuju kehidupan jaman dahulu. Di ujung “lorong waktu”, aku disambut oleh para pendekar, seperti Wiro Sableng, Mantili, Si Buta dari Goa Hantu dan masih banyak lagi yang tidak bisa aku sebutkan satu-satu. Aku serasa berada di jaman dahulu, tanpa plastik dan tanpa kuliner jaman sekarang. Semua pedagang di dalam Kampoeng Pendekar berbusana tradisional adat Jawa dengan lapak-lapak dari bambu dan daun rumbia persis seperti yang aku lihat di dalam sinetron Angling Dharma, Brama Kumbara, Wiro Sableng dan sejenisnya. Makanan dan minuman yang dijual pun semuanya kuliner tradisional yang hampir punah dengan wadah piring dan gelas dari bambu, rotan, kayu dan daun pisang. Hal yang paling membuatku serasa hidup di jaman purba adalah adalah pembelian apa pun di lokasi wisata Kampoeng Pendekar hanya dilayani bila menggunakan uang kepeng. Jadi aku harus menukarkan uang-uang rupiahku sebelum memasuki “lorong waktu” dengan uang kepeng.
Gambar 2. Kuliner dan uang kepeng di Kampoeng Pendekar (Sumber : FB Wisata Kampung Pendekar)
Nilai tukarnya 1 (satu) kepeng setara dengan Rp. 2000. Uang kepeng yang tersisa, bisa ditukar kembali ke uang rupiah saat pengunjung hendak meninggalkan Kampoeng Pendekar.
Selain sajian kulier tempo dulu, para pengunjung juga disuguhi berbagai kesenian tradisional, seperti pertunjukan bela diri, tari-tarian, drama, dagelan (komedian), lagu-lagu jaman dahulu dan pembacaan puisi. Aku sempat mencoba bermain egrang, tapi ternyata sulit tidak semudah yang aku lihat. Aku juga sempat membeli es dawet yang disajikan dalam gelas dari bambu. Unik dan terasa nuansa jaman dahulunya.
Gambar 3. Properti Wisata Kampoeng Pendekar (Sumber : FB Wisata Kampung Pendekar)
Aku sempat berkenalan dengan salah seorang pengunjung yang juga warga Desa Sidaurip bernama Fransisca Laura Agustien (18 tahun). Dia sempat bercerita bahwa dirinya merasa terpanggil untuk mendukung pengembangan wisata yang mampu mengangkat kembali budaya bangsa dan tradisi nenek moyang di tengah derasnya arus modernisasi. Memang demikian yang aku saksikan. Para pengunjung Kampoeng Pendekar disuguhi konten tradisional yang serba kuno meliputi rumah gubug dengan konsep jaman dahulu lengkap dengan perabotan kunonya, lapak-lapak pedagang yang menjual makanan tradisional tanpa menggunakan plastik, pedagangnya juga menggunakan pakaian tradisional Jawa, serta transaksi yang diharuskan menggunakan mata uang kepeng.
Aku juga sempat bertanya-tanya kepada beberapa pengunjung lainnya untuk meyakinkan diriku bahwa apa yang aku rasakan bukan halusinasi akibat gagal move on, tetapi kenyataan yang memang obyektif. Seperti Putri Aprilia Perdana (18 tahun) yang mengatakan bahwa sensasi lorong waktu itu benar-benar terasa. Begitu masuk gerbang disambut para petugas dan pemandu wisata berpakaian jaman dahulu. Sehingga lorong yang dilewatinya seakan sebuah “lowong waktu” yang mengantarkan dirinya kepada kehidupan jaman dahulu. Lega rasanya setelah mengetahui bahwa para pengunjung lainnya pun merasakan seperti apa yang aku rasakan. Berarti aku sudah bisa move on dari masa lalu, karena rasa ini tidak pernah bohong. Kayak bait syair sebuah lagi saja, tapi itu kenyataan yang aku rasakan saat mengunjungi Kampoeng Pendekar.
Aku juga sempat bertemu dengan Mbah Jayus (58 tahun) yang setiap minggu pasti menyempatkan singgah di Kampoeng Pendekar. Ternyata banyak generasi lanjut usia yang rajin bertandang ke Kampoeng Pendekar untuk sekedar duduk bernostalgia tentang masa lalunya sambil menikmati jajanan tradisional tempo dulu.
Namun yang membuatku sedih adalah masa pandemi banyak tempat destinasi wisata yang harus tutup guna mencegah merebaknya penularan covid-19. Hal ini berdampak nyata pada Wisata Kampoeng Pendekar. Saat aku berkali-kali mencoba berkunjung kembali sejak akhir tahun 2020 hingga pertengah tahun 2021, Wisata Kampoeng Pendekar tutup dan mangkrak. Serasa ingin menangis melihat “lorong waktu” yang sangat berarti dalam mengenalkan generasi muda kepada sejarah kejayaan masa lalu bangsa Indonesia harus tutup karena pandemi yang berkepanjangan. Di balik kesedihanku terselip doa dan harapan semoga pandemi bisa segera berakhir dan Kampoeng Pendekar dapat pulih kembali seperti sedia kala.
KESIMPULAN
Lorong waktu adalah sebuah fiksi ilmiah yang banyak menginspirasi pembuat film, kartun dan sinetron. Wisata Kampoeng Pendekar yang terletak di Desa Sidaurip Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap merupakan sebuah “lorong waktu” yang mengantarkan aku dan para pengujung lainnya menuju kehidupan jaman dahulu dan berkenalan dengan budaya bangsa yang sudah banyak dilupakan orang. Namun sangat disayangkan, pandemi yang berkepanjangan telah melumpuhkan dunia pariwisata sehingga berdampak kepada makraknya berbagai destinasi wisata termasuk Kampoeng Pendekar.
Author